Monday, August 8, 2016

Kintamani, Pengen Lagi

Finally, my dream comes true!
Yeaah... bodo' amat orang mau bilang saya norak atau kampungan atau sejenisnya. Yaah, bersyukur banget masih ada orang yang baik hati sama saya, mengajak ke Bali, bukan hanya kerja, tapi sekaligus jalan-jalan menikmati indahnya Pulau Dewata itu. Gak disangka-sangka, perjalanan langsung menuju Kintamani. Menurut Bli Benhur, yang membawa saya ke sana sembari cerita di dalam kendaraan, Kintamani itu adem, dingin, dan enak buat "honeymoon".


Ini seperti semacam ruang tempat santai. Disediakan kursi dan televisi. 
Jeeeng jeeeeeeng... Honeymoon cuuy.

Hahah, boleh juga tuh. Ngebayangin tempatnya, tentunya asyik, ada kolam renangnya, terus kamar-kamarnya private, ala-ala  kalo seleb luar negeri lagi indehoy. Tak berasa, mobil yang membawa sampe ditujuan. Sekitar pukul 00.00 WITA. Weeeeh... ternyata benar, udaranya sejuk dan dingin.
Dibawalah saya ke Villa yang sudah disiapkan... Alamaaaak jaaang... kerennya. Namanya The Ayu Exclusive Kintamani Villa.
Kamar ini sangat nyaman. Ada televisi, mini freezer. 
Baru dateng disuguhin welcome drink gitu... hihihih...
Ternyata eh ternyata, itu villa kalo negara ini dalam situasi agak-agak crowded, Pak SBY dan beberapa menterinya ke sana sambil membicarakan tentang negeri ini. Pastinya urusan negara deh. Anyway.... Tak berasa, perut keroncongan cuuuy... Maklum kali yak udara dingin. Eeh, Chef restonya udah pulang, walhasil... nahaan laper beberapa saat.


Salah satu fasilitas yang disediakan adalah kolam renang air hangat. Nah, air hangatnya ini benar-benar hangat alami dari Gunung Batur. Aduuh duuh.. tengah malam nyemplung itu sesuatu. Tapi ini nyemplungnya pas sudah menjelang pagi sekitar pukul 07.00 WITA.

Enaknya lagi, kolam renang air hangat yang berasal langsung dari Gunung Batur ini tidak berbau belerang. Biasanya, air hangat yang berasal dari pegunungan menyemburkan bau belerang yang relatif menyengat.  Ini tidak ada sama sekali.

Hmmm... daaan, menjelang pukul 10an malam gitu, airnya selalu diganti. Kolam renang  ini airnya mengalir teman-teman. Pemiliknya, I Ketut Mardjana bilang, air hangat ini bisa langsung diminum dan menyehatkan. Waaaaw. Saya buktiin sendiri dan saya tidak terserang sakit perut.

Di awal pagi, jika beruntung dan cuaca cerah, kita dapat langsung  melihat indahnya Danau dan Gunung Batur. Waktu itu udara sedang agak-agak cloudy gitu, jadi Gunung Baturnya sedikit tertutup awan. Kereeeeen banget deh.
Keindahan Danau dan Gunung Batur ini membuat saya betah berlama-lama. 
Nah, orang-orang di Kintamani tidak memakan babi dan daging sapi. Itu yang sudah diterapkan oleh pendahulu-pendahulu mereka. Mereka memakan apa yang disediakan alam, terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Di Kintamani ini pula produksi Jambu Biji dan Terung Belanda melimpah ruah. Oleh karenanya, salah satu minuman yang jadi andalan di The Ayu Exclusive Kintamani Villa ini adalah jus Tamarilla aka jus Terong Belanda.

Ini dia jus Tamarillo. Jus ini memiliki
manfaat untuk kesehatan lho. Antara lain
dapat menyegarkan tubuh, meningkatkan imunitas atau kekebalan, mencegah kanker (bukan kantong kering lhoo yaaa...), memperbaiki sel-sel tubuh yang sudah usang, antioksidan, menjaga kesehatan mata, menyembuhkan sariawan, meredakan panas dalan, dan juga melancarkan proses pencernaan, temans.

Apalagi nih ya, diminumnya saat hari tengah panas. Wuidiiih segernya, mertua lewat lupa! :): (bisa dipecat jadi menantu lhoo...)

Oiya, bicara kolam renang, tidak hanya di villanya saja, tetapi, saat pengunjung atau wisatawan masuk pertama kali di area depan, ada kolam renang yang relatif panjang. Sayang, saya ga sempet nyicipi jernihnya air.

Ini dia kolam renang yang relatif panjang itu. Airnya pun hangat. Ke tempat ini, tidak ada yang sia-sia. Bali itu memang surga dunia. Benar apa yang dikatakan oleh mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata era Pak SBY-JK, Bapak Jero Wacik, kalau mau mencari kesenangan dan kebahagiaan, pergilah ke Bali. Ternyata sudah saya buktikan sendiri Pak Jero.

















Tuesday, April 26, 2016

Bintang di Kelasnya

Haute cuisine, sebagai cara penyajian makanan ala Perancis yang dapat dikatakan paling elegan sedunia. Cassis menunjukkan kelasnya.

Kalau Anda dan keluarga sedang berjalan-jalan di sekitar Jalan K.H. Mas Mansyur Kavling 24, Karet Jakarta Pusat, melirik sedikit ke arah kanan lalu putar balik, Anda akan mendapati resto Perancis yang benar-benar elegan. Resto itu bernama Cassis.

Cassis menjadi nama sebuah tempat untuk pecinta makanan Eropa, khususnya Perancis yang telah lama menjadi buah bibir di kalangan para elit. Tempat itu terbilang mewah dan elit. Jika Anda dan keluarga berkunjung ke sana, dijamin akan betah berlama-lama. Sangat nyaman dan bersahabat. Kursi-kursi dan meja disusun dalam jumlah yang bervariasi. Susunan kursi mulai dari berjumlah empat hingga enam belas beserta sandaran bantal-bantal empuk. Desain interior ruangan begitu elegan dan mewah yang memikat mata melalui sentuhan tangan Yabu Pushellberg.

Interior dalam Cassis yang elegan
Foto: Dok. Pribadi
Tempat itu memberikan suasana sangat romantis layaknya fine dining di Paris. Saat kaki menjejak, pelayan menyambut hangat kedatangan saya. Suasana resto terlihat sempurna. Cassis menyulap dan menciptakan suasana yang sangat romantis untuk setiap pengunjung yang datang. Tata lampu dan dekorasi elegan itu menciptakan harmoni kedamaian. Karenanya, menunggu hidangan datang pun tidak terasa, tiba-tiba sudah tersaji di depan mata.

Mata bergeming memerhatikan keadaan keseluruhan ruangan. Nah, ada satu bagian tempat duduk persis di depan jendela yang langsung berhadapan dengan jalan utama. Anda dan keluarga  dapat “belanja mata melihat keluar jendela jika memilih duduk di dekat bagian itu. Menurut pengamatan saya, tempat ini merupakan restoran Perancis terbaik yang ada di ibukota. Tidak bermaksud melebih-lebihkan, pengaturan dan dekorasi terlihat canggih tetapi santai, modern, dan elegan. Layanannya pun efisien dan bijaksana.

Cassis selalu menggunakan bahan masakan segar setiap hari. Hidangan itu langsung diracik oleh Executive Chef kenamaan dari Perancis, yaitu Jerome Laurent. Dia lahir dan besar di Arles, Perancis, menyandang penghargaan ternama, One Michelin Star Le Cilantro untuk restoran pada 2007. Dia juga salah satu anggota Maitre Cuisiner de France Association. Chef Jerome menyelesaikan pendidikan master  dalam bidang ilmu kuliner di Ecole Superieure de Cuisine Francaise Paris di Perancis.

Green Royal Asparagus sebagai appetizer utama di Cassis.
Foto: Dok. Pribadi


Melalui racikan tangan Chef Jerome menjelma menu-menu mewah berkelas yang ringan di mulut. Green royal asparagus misalnya. Sebagai hidangan pembuka, makanan berbahan dasar asparagus tersebut sangat lembut di mulut. Siraman saus dari jamur truffle semakin menambah kelembutan cita rasa hidangan ini. “Menakjubkan,” seperti yang dikatakan Indri, Public Relation Manager Cassis.

Hmm… saya masih berpikir-pikir untuk mempraktikkannya di rumah. Memang sih, harga tak bisa bohong. Rasa yang dihasilkan sebanding dengan harga yang dikeluarkan. Resto ini menyajikan makanan secara spesifik, khusus, dan berkelas, itulah Cassis. Chef yang sudah sangat profesional memberi sentuhan dan racikan masakan mahal dan layak dinikmati. Fine dining memiliki aturan tertentu. Konsep fine dining, belum akan mengeluarkan menu berikutnya jika menu pertama yang dihidangkan belum habis. Hal itu untuk menjaga agar tamu tetap mendapatkan kehangatan makanan saat dihidangkan.

Usai menikmati Green royal asparagus, sajian utama pun datang. Seared black cod eggplant tart dengan saus snow peas. Pak Rudy, salah seorang senior di Cassis menyarankan kepada saya, untuk menikmati menu ini sebaiknya tidak dicoba satu per satu. Akan tetapi, ikan cod yang telah dipotong dipadu bersama sayuran. Rasanya? Terbayangkan kelezatan yang timbul dari perpaduan keduanya. Cita rasa ikan cod di lidah saya benar-benar empuk dan relatif ringan. Sayurannya lembut dan terasa kesegarannya. Sausnya creamy, gurih, dan sangat enak. Di tangan Chef Jerome, menu ini menjadi juaranya.

Seared Black Cod Eggplant tart dengan  Snow Peas Sauce
sebagai main course favorit di Cassis
Foto: Dok. Pribadi
Tak lama berselang hidangan penutup menghampiri saya. Saya sempat memerhatikan secara detail. Apa yang saya pikirkan benar adanya, seperti salah satu buah yang dikaramel dan diberi es krim. Ya, dalam pelafalan yang membuat lidah sempat “berlipat” saya diberitahu oleh Chef Jerome nama hidangan itu, Caramelized apples mille feuilles.

Dalam tata sajian, Caramelized apples mille feuilles terdiri atas potongan buah apel persegi kecil dengan aroma karamel apel manis. Oleh Chef Jerome, hidangan penutup ini dibuat empat lapisan yang terdiri atas dua komponen. Ada potongan kue mille feuille, genoise yang kaya dengan kayu manis, serta rempah-rempah. Elemen apel yang dipotong dadu kecil, karamel apel segar yang dimasak lembut tetapi tidah hancur dan tetap utuh.  Ada pula dua potong biskuit berbentuk persegi panjang di atas dan di bawahnya serta sabayon sebagai dasarnya. Rasanya, fantastis!


Caramelized apples mille feuilles
Inilah hidangan penutup yang sungguh nikmat
Foto: Dok. Pribadi

Cassis menawarkan masakan Perancis istimewa yang dapat menyenangkan selera.  Dari hidangan pembuka yang menggoda, hingga hidangan penutup yang tidak tertahankan. Konsistensi menyediakan makanan dengan cita rasa tertinggi. Anda ingin bereksperimen? (OJ).  

Wisata Sejarah ke Yogyakarta

Foto: Dok.Pribadi


Yogyakarta, sebagai pusat kebudayaan Jawa dan juga terkenal dengan sebutan kota pelajar. Yogyakarta, atau sering disingkat dengan ‘Yogya’ saja,  dikenal karena perannya yang besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.Bicara Yogyakarta, berarti bicara tradisi sebagai kota tua yang masih menjaga seni dan budaya Jawa hingga kini. Yogyakarta terletak dalam apitan simbol mistis sangat kuat, yaitu Gunung Merapi dan Samudera Hindia. Menjadi salah satu kerajaan di Pulau Jawa yang hingga sekarang masih meninggalkan peninggalan kuno tetap terjaga dan lestari, salah satunya keraton.Keraton Yogyakarta terletak di pusat Kota Yogyakarta. Konon, sebelum keraton didirikan, tempat itu merupakan rawa bernama Umbul Pacetokan yang terdapat di dalam hutan beringin. Pangeran Mangkubumi lantas membangun sebuah pesanggrahan di tempat itu yang diberi nama Ayodya. Menurut sejarah, Kesultanan Yogyakarta sebagai pecahan dari kerajaan Mataram yang mencapai puncak gemilang di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645). Akan tetapi, nuansa politik yang begitu kental di lingkungan kerajaan, mengakibatkan Kerajaan Mataram terpecah. Di pertengahan abad ke-18, Mataram mengalami peperangan perebutan takhta hingga tiga kali. Hal itu mengakibatkan pecahnya kerajaan.

Benteng Vredeburg
Berdiri  Damai di Tengah Keramaian


Benteng Vredeburg Yogyakarta
Foto: Dok Pribadi


Bangunan ini tepat berada di seberang Gedung Agung (Istana Kepresidenan) dan kantor pos pusat Yogyakarta.  Berada di Jalan Ahmad Yani sederetan dengan Jalan Malioboro. Sebagai bangunan yang menjadi salah satu wisata arsitektur di kawasan nol kilometer. Dahulu kala, bangunan ini dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) yang dibangun pada 1760. Terlihat megah dan kokoh berdiri. Pertama kali, bangunan itu diusulkan oleh Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch. Alasannnya tak lain untuk menjaga keamanan dan stabilitas pemerintah Sultan Hamengku Buwono I. Untuk  mendapat persetujuan Sultan, Belanda harus menunggu  waktu relatif lama, 5 tahun dalam menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Untuk membuat benteng tersebut, pihak Belanda memakai arsitek yang terkenal di zamannya, yaitu Frans Haak. Setelah pembangunan benteng selesai, maka benteng yang baru itu dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.

Jalan Malioboro



Jalan Malioboro di malam hari.
Foto: Dok Pribadi

Kawasan Malioboro termasuk kawasan kota tua di Yogyakarta.  Jalan Malioboro menyambung ke arah Jalan Ahmad Yani yang juga dianggap sebagai Jalan Malioboro. Banyak bertebaran toko-toko cinderamata dan pedagang kaki lima  memenuhi sisi jalan itu. Jalan itu diambil dari nama Duke of Malborough sebagai jalan utama yang membelah kota Yogya. Letaknya memanjang dari utara hingga selatan, mulai dari stasiun kereta api hingga keraton yang terletak di ujung jalan.Saat malam tiba, kawasan itu banyak dipadati turis lokal maupun mancanegara. Mereka menghabiskan waktu dengan duduk-duduk sepanjang kawasan, nongkrong di kafe-kafe sekitar kawasan. Hal yang tidak dapat ditinggalkan para pelancong begitu saja adalah berfoto tepat di ujung jalan Malioboro yang bertuliskan, ‘Jalan Malioboro’.

Kemilau KotaGede
Kotagede, kota yang identik dengan kerajinan perak, merupakan salah satu kota tua di Yogyakarta. Meski kini para perajin perak mulai berkurang, perak menjadi penyemangat warga yang penuh dinamika dan egaliter. 


Kota Gede terkenal dengan kerajinan perak bakar
Foto: Dok. Pribadi


Transformasi sosial membuat karya budaya bernilai seni tinggi itu dari semula hanya sebagai peranti kerajaan, kini menjadi komoditas perniagaan masyarakat kebanyakan.BicaraKotagede, tentu tak lepas dari sejarah Kotagede itu sendiri yang pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-16. Ketika itu, Panembahan Senopati sebagai penguasa Kerajaan Mataram di Kotagede, meminta para ahli kriya membuat kerajinan dari bahan baku berupa perak. Awalnya, hanya untuk keperluan kerajaan saja. Berbentuk mulai dari perabotan rumah tangga, perabotan untuk upacara seperti pinggan, nampan, juga cawan hingga perhiasan seperti gelang, cincin, anting, dan sebagainya.


Museum Sonobudoyo


Museum Sonobudoyo, menjadi salah satu
tempat favorit wisatawan, baik mancanegara
maupun domestik.
Foto: Dok. Pribadi

Di tempat ini, begitu banyak benda-benda bernilai sejarah tinggi. Benda-benda yang memiliki makna etnologi dan arkeologi itu tersimpan rapi di Museum Sonobudoyo. Benda-benda tersebut berasal dari Cirebon, Jawa Tengah, Madura, Jawa Timur, Lombok, juga Bali. Di museum ini juga terdapat perpustakaan dengan beragam koleksi buku mengenai budaya Jawa. Jika kita masuk lebih ke dalam, terdapat peninggalan beragam jenis topeng, wayang, gamelan, senjata kuno, peti kubur batu, dan sebagainya. Letaknya di sebelah utara alun-alun Yogyakarta. Ketika hendak masuk ke dalam, di bagian sebelah kanan gedung terdapat beragam jenis arca dan batu-batu prasasti zaman dahulu. Ada arca Dewa Syiwa, Arca Ganeca, Arca Singa, dan lain-lainnya. Semua terkumpul dalam satu area.
Sri Sultan Hamengku Buwono VII meresmikan penggunaan tempat itu pada 1935.


Pasar Beringharjo


Pasar Beringharjo, tempat perputaran ekonomi Yogyakarta
Foto: Dok. Pribadi

Pasar Beringharjo telah menjadi sentra kegiatan ekonomi sejak berdirinya Keraton Yogyakarta selama ratusan tahun silam. Adanya pasar itu punya makna filosofis tersendiri. Menjadi salah satu pilar catur tunggal  selain Keraton, Alun-alun, Masjid Agung, dan Pasar Beringharjo sendiri. Awalnya, pasar ini berupa hutan beringin. Setelah tiga tahun Perjanjian Giyanti ditandatangani, mulailah tempat itu menjadi kegiatan ekonomi penduduk Yogyakarta dan sekitarnya. Didirikan pada 1925, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sendiri yang memberikan nama dengan arti ‘kesejahteraan’ itu. 

Puro Pakualaman


Puro Pakualaman
Foto: Dok Pribadi

Puro Pakualaman merupakan bangunan ke-empat keraton di Kerajaan Mataram. Bentuknya lebih kecil dari Keraton Yogya, terletak di Jalan Sultan Agung. Ketika Inggris berkuasa di Indonesia, Stamford Raffless sebagai Gubernur Jenderal (1811-1816) membagi kerajaan Yogyakarta menjadi dua pada 1813, yaitu Keraton Kesultanan Hamengku Buwono dan Puro Pakualaman, terletak di sebelah timur Keraton Yogyakarta dengan Pangeran Notokusumo sebagai Paku Alam I. Puro Pakualaman juga menghadap ke arah Selatan yang melambangkan penghormatan kepada keraton utama. Puro Pakualaman ini dibagi tiga bagian utama dengan penataan yang berderetan yaitu pendopo, paviliun, dan museum keluarga. Pertunjukan gamelan dan peragaan busana sering dilakukan di Pendopo yang punya halaman luas. Di sebelah kanan Pendopo terdapat paviliun yang  punya arsitektur bergaya Eropa dengan dikelilingi taman indah. Museum keraton memiliki koleksi barang-barang peninggalan kerajaan termasuk kereta kerajaan. Pada hari Selasa, Kamis, dan Minggu keraton dibuka untuk umum mulai pukul 9.30 hingga 13.3. WIB.


Taman Sari


Taman Sari, dulu
dipakai untuk pemandian selir raja
Foto: Dok. Pribadi.


Dahulu kala, Taman Sari dipergunakan sebagai tempat pemandian kerabat kerajaan. Taman sari memiliki arti, yaitu taman yang indah dan berbau harum. Dulunya, Taman Sari merupakan tempat yang sangat rahasia sebagai bagian dari keraton. Bentuknya seperti taman air dengan banyak saluran air dan pepohonan berbunga. Sebelum memasuki Taman Sari, terdapat bangunan sebagai tempat istirahat Sultan. Memiliki arsitektur Jawa yang dipengaruhi gaya-gaya Portugis membuat Taman Sari penuh pesona. Jika melihat bagian paling depan, terdiri dari tembok-tembok besar yang mengelilingi Taman Sari. Itu diperuntukan sebagai pagar pembatas untuk menjaga kerahasiaan para kerabat kerajaan ketika sedang mandi. Menurut cerita, di tempat ini pula para selir kerajaan mandi dan ada satu tempat untuk Sultan melihat selir-selirnya itu melalui bilik. Ketika Sultan tertarik dengan salah satu selirnya, maka Sultan akan melemparkan sesuatu benda. Apabila benda tersebut tertangkap oleh sang selir, maka berbunga-bungalah hatinya, karena akan didatangi oleh Sultan di malam hari. Ke Yogya?? Siapa takut?!




Friday, April 22, 2016

Wisata Sejarah ke Yogyakarta


Kali ini, Cekrek Aplot lagi walking-walking ning Yogya... Wuiiiih Yogya ini gak kalah eksotisnya sama Bali. Pokoke, Indonesia ini, wokeh banget peninggalan sejarahnya. Yang Cekrek Aplot masukin ini, baru sebagian...tar yak yang laen-laennya nyusul dah! Nikmati ini dulu kita. Wisata sambil belajar sejarah. Nambah wawasan cuuuy! Hehehe, selamat menikmati. 

Yogyakarta, sebagai pusat kebudayaan Jawa juga terkenal dengan sebutan kota pelajar. Yogyakarta, atau sering disingkat dengan ‘Yogya’ saja,  dikenal karena perannya yang besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Bicara Yogyakarta, berarti bicara tradisi sebagai kota tua yang masih menjaga seni dan budaya Jawa hingga kini. Yogyakarta terletak dalam apitan simbol mistis sangat kuat, yaitu Gunung Merapi dan Samudera Hindia. Menjadi salah satu kerajaan di Pulau Jawa yang hingga sekarang masih meninggalkan peninggalan kuno tetap terjaga dan lestari, salah satunya keraton.Keraton Yogyakarta, terletak di pusat Kota Yogyakarta. Konon, sebelum keraton didirikan, tempat itu merupakan rawa bernama Umbul Pacetokan yang terdapat di dalam hutan beringin. Pangeran Mangkubumi lantas membangun sebuah pesanggrahan di tempat itu yang diberi nama Ayodya. Menurut sejarah, Kesultanan Yogyakarta sebagai pecahan dari kerajaan Mataram yang mencapai puncak gemilang di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645). Akan tetapi, nuansa politik yang begitu kental di lingkungan kerajaan, mengakibatkan Kerajaan Mataram terpecah. Di pertengahan abad ke-18, Mataram mengalami peperangan perebutan takhta hingga tiga kali. Hal itu mengakibatkan pecahnya kerajaan.

BENTENG VREDEBURG
Berdiri  Damai di Tengah Keramaian  

Benteng Vredeburg. Di dalamnya terdapat diorama perjuangan bangsa Indonesia
Foto: Dok. Pribadi.
Bangunan ini tepat berada di seberang Gedung Agung (Istana Kepresidenan) dan kantor pos pusat Yogyakarta.  Berada di Jalan Ahmad Yani sederetan dengan Jalan Malioboro. Sebagai bangunan yang menjadi salah satu wisata arsitektur di kawasan nol kilometer. Dahulu kala, bangunan ini dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) yang dibangun pada 1760. Terlihat megah dan kokoh berdiri. Pertama kali, bangunan itu diusulkan oleh Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch. Alasannnya tak lain untuk menjaga keamanan dan stabilitas pemerintah Sultan Hamengku Buwono I. Untuk  mendapat persetujuan Sultan, Belanda harus menunggu  waktu relatif lama, 5 tahun dalam menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Untuk membuat benteng tersebut, pihak Belanda memakai arsitek yang terkenal di zamannya, yaitu Frans Haak. Setelah pembangunan benteng selesai, maka benteng yang baru itu dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.

JALAN MALIOBORO

Malioboro di malam hari itu eksotis
Foto: Dok. Pribadi

Kawasan Malioboro termasuk kawasan kota tua di Yogyakarta.  Jalan Malioboro menyambung ke arah Jalan Ahmad Yani yang juga dianggap sebagai Jalan Malioboro. Banyak bertebaran toko-toko cinderamata dan pedagang kaki lima  memenuhi sisi jalan itu. Jalan itu diambil dari nama Duke of Malborough sebagai jalan utama yang membelah kota Yogya. Letaknya memanjang dari utara hingga selatan, mulai dari stasiun kereta api hingga keraton yang terletak di ujung jalan.Saat malam tiba, kawasan itu banyak dipadati turis lokal maupun mancanegara. Mereka menghabiskan waktu dengan duduk-duduk sepanjang kawasan, nongkrong di kafe-kafe sekitar kawasan. Hal yang tidak dapat ditinggalkan para pelancong begitu saja adalah berfoto tepat di ujung jalan Malioboro yang bertuliskan, ‘Jalan Malioboro’.


Kemilau Kotagede
Kotagede, kota yang identik dengan kerajinan perak, merupakan
Kota Gede terkenal dengan kerajnan perak bakar
Foto: Dok. Pribadi
salah satu kota tua di Yogyakarta. Meski kini para perajin perak mulai berkurang, perak menjadi penyemangat warga yang penuh dinamika dan egaliter. Transformasi sosial membuat karya budaya bernilai seni tinggi itu dari semula hanya sebagai peranti kerajaan, kini menjadi komoditas perniagaan masyarakat kebanyakan.
BicaraKotagede, tentu tak lepas dari sejarah Kotagede itu sendiri yang pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-16. Ketika itu, Panembahan Senopati sebagai penguasa Kerajaan Mataram di Kotagede, meminta para ahli kriya membuat kerajinan dari bahan baku berupa perak. Awalnya, hanya untuk keperluan kerajaan saja. Berbentuk mulai dari perabotan rumah tangga, perabotan untuk upacara seperti pinggan, nampan, juga cawan hingga perhiasan seperti gelang, cincin, anting, dan sebagainya.

MUSEUM SONOBUDOYO

Museum Sonobudoyo. Di tempat ini banyak tersimpan
 benda-benda bernilai sejarah. Foto: Dok Pribadi

Di tempat ini, begitu banyak benda-benda bernilai sejarah tinggi. Benda-benda yang memiliki makna etnologi dan arkeologi itu tersimpan rapi di Museum Sonobudoyo. Benda-benda tersebut berasal dari Cirebon, Jawa Tengah, Madura, Jawa Timur, Lombok, juga Bali. Di museum ini juga terdapat perpustakaan dengan beragam koleksi buku mengenai budaya Jawa. Jika kita masuk lebih ke dalam, terdapat peninggalan beragam jenis topeng, wayang, gamelan, senjata kuno, peti kubur batu, dan sebagainya. Letaknya di sebelah utara alun-alun Yogyakarta. Ketika hendak masuk ke dalam, di bagian sebelah kanan gedung terdapat beragam jenis arca dan batu-batu prasasti zaman dahulu. Ada arca Dewa Syiwa, Arca Ganeca, Arca Singa, dan lain-lainnya. Semua terkumpul dalam satu area.
Sri Sultan Hamengku Buwono VII meresmikan penggunaan tempat itu pada 1935.

PASAR BERINGHARJO
Di pasar inilah roda perekonomian Yogyakarta berputar.
Foto: Dok. Pribadi

Pasar Beringharjo telah menjadi sentra kegiatan ekonomi sejak berdirinya Keraton Yogyakarta selama ratusan tahun silam. Adanya pasar itu punya makna filosofis tersendiri. Menjadi salah satu pilar catur tunggal  selain Keraton, Alun-alun, Masjid Agung, dan Pasar Beringharjo sendiri. Awalnya, pasar ini berupa hutan beringin. Setelah tiga tahun Perjanjian Giyanti ditandatangani, mulailah tempat itu menjadi kegiatan ekonomi penduduk Yogyakarta dan sekitarnya. Didirikan pada 1925, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sendiri yang memberikan nama dengan arti ‘kesejahteraan’ itu. 

PURO PAKUALAMAN


Puro Pakualaman sebagai bangunan  ke empat keraton di Kerajaan Mataram
Foto: Dok. Pribadi

Puro Pakualaman merupakan bangunan ke-empat keraton di Kerajaan Mataram. Bentuknya lebih kecil dari Keraton Yogya, terletak di Jalan Sultan Agung. Ketika Inggris berkuasa di Indonesia, Stamford Raffless sebagai Gubernur Jenderal (1811-1816) membagi kerajaan Yogyakarta menjadi dua pada 1813, yaitu Keraton Kesultanan Hamengku Buwono dan Puro Pakualaman, terletak di sebelah timur Keraton Yogyakarta dengan Pangeran Notokusumo sebagai Paku Alam I. Puro Pakualaman juga menghadap ke arah Selatan yang melambangkan penghormatan kepada keraton utama. Puro Pakualaman ini dibagi tiga bagian utama dengan penataan yang berderetan yaitu pendopo, paviliun, dan museum keluarga. Pertunjukan gamelan dan peragaan busana sering dilakukan di Pendopo yang punya halaman luas. Di sebelah kanan Pendopo terdapat paviliun yang  punya arsitektur bergaya Eropa dengan dikelilingi taman indah. Museum keraton memiliki koleksi barang-barang peninggalan kerajaan termasuk kereta kerajaan. Pada hari Selasa, Kamis, dan Minggu keraton dibuka untuk umum mulai pukul 9.30 hingga 13.3. WIB.

TAMAN SARI
Dulunya, tempat ini digunakan untuk pemandian
selir dan putri keraton
Foto: Dok. Pribadi


Dahulu kala, Taman Sari dipergunakan sebagai tempat pemandian kerabat kerajaan. Taman sari memiliki arti, yaitu taman yang indah dan berbau harum. Dulunya, Taman Sari merupakan tempat yang sangat rahasia sebagai bagian dari keraton. Bentuknya seperti taman air dengan banyak saluran air dan pepohonan berbunga. Sebelum memasuki Taman Sari, terdapat bangunan sebagai tempat istirahat Sultan. Memiliki arsitektur Jawa yang dipengaruhi gaya-gaya Portugis membuat Taman Sari penuh pesona. Jika melihat bagian paling depan, terdiri dari tembok-tembok besar yang mengelilingi Taman Sari. Itu diperuntukan sebagai pagar pembatas untuk menjaga kerahasiaan para kerabat kerajaan ketika sedang mandi. Menurut cerita, di tempat ini pula para selir kerajaan mandi dan ada satu tempat untuk Sultan melihat selir-selirnya itu melalui bilik. Ketika Sultan tertarik dengan salah satu selirnya, maka Sultan akan melemparkan sesuatu benda. Apabila benda tersebut tertangkap oleh sang selir, maka berbunga-bungalah hatinya, karena akan didatangi oleh Sultan di malam hari.  

Naah, mau ke Yogya? Masih banyak tempat yang mesti dikulik.