Foto: Dok.Pribadi |
Yogyakarta, sebagai pusat kebudayaan Jawa dan juga terkenal dengan sebutan kota pelajar. Yogyakarta, atau sering disingkat dengan ‘Yogya’ saja, dikenal karena perannya yang besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.Bicara Yogyakarta, berarti bicara tradisi sebagai kota tua yang masih menjaga seni dan budaya Jawa hingga kini. Yogyakarta terletak dalam apitan simbol mistis sangat kuat, yaitu Gunung Merapi dan Samudera Hindia. Menjadi salah satu kerajaan di Pulau Jawa yang hingga sekarang masih meninggalkan peninggalan kuno tetap terjaga dan lestari, salah satunya keraton.Keraton Yogyakarta terletak di pusat Kota Yogyakarta. Konon, sebelum keraton didirikan, tempat itu merupakan rawa bernama Umbul Pacetokan yang terdapat di dalam hutan beringin. Pangeran Mangkubumi lantas membangun sebuah pesanggrahan di tempat itu yang diberi nama Ayodya. Menurut sejarah, Kesultanan Yogyakarta sebagai pecahan dari kerajaan Mataram yang mencapai puncak gemilang di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645). Akan tetapi, nuansa politik yang begitu kental di lingkungan kerajaan, mengakibatkan Kerajaan Mataram terpecah. Di pertengahan abad ke-18, Mataram mengalami peperangan perebutan takhta hingga tiga kali. Hal itu mengakibatkan pecahnya kerajaan.
Benteng Vredeburg
Bangunan ini tepat berada di seberang Gedung Agung (Istana Kepresidenan)
dan kantor pos pusat Yogyakarta. Berada
di Jalan Ahmad Yani sederetan dengan Jalan Malioboro. Sebagai bangunan yang
menjadi salah satu wisata arsitektur di kawasan nol kilometer. Dahulu kala,
bangunan ini dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) yang
dibangun pada 1760. Terlihat megah dan kokoh berdiri. Pertama kali, bangunan
itu diusulkan oleh Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch. Alasannnya tak
lain untuk menjaga keamanan dan stabilitas pemerintah Sultan Hamengku Buwono I.
Untuk mendapat persetujuan Sultan,
Belanda harus menunggu waktu relatif
lama, 5 tahun dalam menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Untuk
membuat benteng tersebut, pihak Belanda memakai arsitek yang terkenal di
zamannya, yaitu Frans Haak. Setelah pembangunan benteng selesai, maka benteng
yang baru itu dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.
Kawasan Malioboro termasuk kawasan kota tua di Yogyakarta. Jalan Malioboro menyambung ke arah Jalan
Ahmad Yani yang juga dianggap sebagai Jalan Malioboro. Banyak bertebaran
toko-toko cinderamata dan pedagang kaki lima
memenuhi sisi jalan itu. Jalan itu diambil dari nama Duke of
Malborough sebagai jalan utama yang membelah kota Yogya. Letaknya memanjang
dari utara hingga selatan, mulai dari stasiun kereta api hingga keraton yang
terletak di ujung jalan.Saat malam tiba, kawasan itu banyak dipadati turis lokal
maupun mancanegara. Mereka menghabiskan waktu dengan duduk-duduk sepanjang
kawasan, nongkrong di kafe-kafe sekitar kawasan. Hal yang tidak dapat
ditinggalkan para pelancong begitu saja adalah berfoto tepat di ujung jalan
Malioboro yang bertuliskan, ‘Jalan Malioboro’.
Kemilau KotaGede
Kotagede, kota yang identik dengan kerajinan perak, merupakan salah satu
kota tua di Yogyakarta. Meski kini para perajin perak mulai berkurang, perak
menjadi penyemangat warga yang penuh dinamika dan egaliter.
Transformasi sosial membuat karya budaya bernilai seni tinggi itu dari semula hanya sebagai peranti kerajaan, kini menjadi komoditas perniagaan masyarakat kebanyakan.BicaraKotagede, tentu tak lepas dari sejarah Kotagede itu sendiri yang pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-16. Ketika itu, Panembahan Senopati sebagai penguasa Kerajaan Mataram di Kotagede, meminta para ahli kriya membuat kerajinan dari bahan baku berupa perak. Awalnya, hanya untuk keperluan kerajaan saja. Berbentuk mulai dari perabotan rumah tangga, perabotan untuk upacara seperti pinggan, nampan, juga cawan hingga perhiasan seperti gelang, cincin, anting, dan sebagainya.
Kota Gede terkenal dengan kerajinan perak bakar Foto: Dok. Pribadi |
Transformasi sosial membuat karya budaya bernilai seni tinggi itu dari semula hanya sebagai peranti kerajaan, kini menjadi komoditas perniagaan masyarakat kebanyakan.BicaraKotagede, tentu tak lepas dari sejarah Kotagede itu sendiri yang pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-16. Ketika itu, Panembahan Senopati sebagai penguasa Kerajaan Mataram di Kotagede, meminta para ahli kriya membuat kerajinan dari bahan baku berupa perak. Awalnya, hanya untuk keperluan kerajaan saja. Berbentuk mulai dari perabotan rumah tangga, perabotan untuk upacara seperti pinggan, nampan, juga cawan hingga perhiasan seperti gelang, cincin, anting, dan sebagainya.
Museum Sonobudoyo
Museum Sonobudoyo, menjadi salah satu tempat favorit wisatawan, baik mancanegara maupun domestik. Foto: Dok. Pribadi |
Di tempat ini, begitu banyak benda-benda bernilai sejarah tinggi.
Benda-benda yang memiliki makna etnologi dan arkeologi itu tersimpan rapi di
Museum Sonobudoyo. Benda-benda tersebut berasal dari Cirebon, Jawa Tengah,
Madura, Jawa Timur, Lombok, juga Bali. Di museum ini juga terdapat perpustakaan
dengan beragam koleksi buku mengenai budaya Jawa. Jika kita masuk lebih ke
dalam, terdapat peninggalan beragam jenis topeng, wayang, gamelan, senjata
kuno, peti kubur batu, dan sebagainya. Letaknya di sebelah utara alun-alun
Yogyakarta. Ketika hendak masuk ke dalam, di bagian sebelah kanan gedung
terdapat beragam jenis arca dan batu-batu prasasti zaman dahulu. Ada arca Dewa
Syiwa, Arca Ganeca, Arca Singa, dan lain-lainnya. Semua terkumpul dalam satu
area.
Sri Sultan Hamengku Buwono VII meresmikan penggunaan tempat itu pada 1935.
Pasar Beringharjo telah menjadi sentra kegiatan ekonomi sejak berdirinya
Keraton Yogyakarta selama ratusan tahun silam. Adanya pasar itu punya makna
filosofis tersendiri. Menjadi salah satu pilar catur tunggal selain Keraton, Alun-alun, Masjid Agung, dan Pasar
Beringharjo sendiri. Awalnya, pasar ini berupa hutan beringin. Setelah tiga
tahun Perjanjian Giyanti ditandatangani, mulailah tempat itu menjadi kegiatan
ekonomi penduduk Yogyakarta dan sekitarnya. Didirikan pada 1925, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sendiri yang memberikan nama dengan arti ‘kesejahteraan’
itu.
Puro Pakualaman merupakan bangunan ke-empat keraton di Kerajaan Mataram.
Bentuknya lebih kecil dari Keraton Yogya, terletak di Jalan
Sultan Agung. Ketika Inggris berkuasa di Indonesia, Stamford Raffless sebagai
Gubernur Jenderal (1811-1816) membagi kerajaan Yogyakarta menjadi dua pada
1813, yaitu Keraton Kesultanan Hamengku Buwono dan Puro Pakualaman, terletak di
sebelah timur Keraton Yogyakarta dengan Pangeran Notokusumo sebagai Paku Alam
I. Puro Pakualaman juga menghadap ke arah Selatan yang melambangkan penghormatan
kepada keraton utama. Puro Pakualaman ini dibagi tiga bagian utama dengan
penataan yang berderetan yaitu pendopo, paviliun, dan museum keluarga.
Pertunjukan gamelan dan peragaan busana sering dilakukan di Pendopo yang punya
halaman luas. Di sebelah kanan Pendopo terdapat paviliun yang punya
arsitektur bergaya Eropa dengan dikelilingi taman indah. Museum keraton
memiliki koleksi barang-barang peninggalan kerajaan termasuk kereta kerajaan.
Pada hari Selasa, Kamis, dan Minggu keraton dibuka untuk umum mulai pukul 9.30
hingga 13.3. WIB.
Dahulu kala, Taman Sari dipergunakan sebagai tempat pemandian kerabat
kerajaan. Taman sari memiliki arti, yaitu taman yang indah dan berbau harum.
Dulunya, Taman Sari merupakan tempat yang sangat rahasia sebagai bagian dari
keraton. Bentuknya seperti taman air dengan banyak saluran air dan pepohonan
berbunga. Sebelum memasuki Taman Sari, terdapat bangunan sebagai tempat
istirahat Sultan. Memiliki arsitektur Jawa yang dipengaruhi gaya-gaya Portugis
membuat Taman Sari penuh pesona. Jika melihat bagian paling depan, terdiri dari
tembok-tembok besar yang mengelilingi Taman Sari. Itu diperuntukan sebagai
pagar pembatas untuk menjaga kerahasiaan para kerabat kerajaan ketika sedang
mandi. Menurut cerita, di tempat ini pula para selir kerajaan mandi dan ada
satu tempat untuk Sultan melihat selir-selirnya itu melalui bilik. Ketika
Sultan tertarik dengan salah satu selirnya, maka Sultan akan melemparkan
sesuatu benda. Apabila benda tersebut tertangkap oleh sang selir, maka
berbunga-bungalah hatinya, karena akan didatangi oleh Sultan di malam
hari. Ke Yogya?? Siapa takut?!
No comments:
Post a Comment